Dalam sejarah panjang Negara Saudi Kedua, kepemimpinan Imam Turki bin Abdullah menjadi salah satu babak yang penuh tantangan dan intrik. Sebagai pemimpin yang berusaha mempertahankan stabilitas dan kemajuan negara, Imam Turki menghadapi serangkaian perlawanan rival-rival tangguhnya dalam politik dan militer. Perlawanan tersebut tidak hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam kerajaan itu sendiri.
Artikel ini akan mengulas secara mendalam tentang lawan-lawan paling menonjol yang dihadapi Imam Turki dalam perjuangannya untuk mempertahankan eksistensi dan otoritas Negara Saudi Kedua.
Pertama: Ashraf
Imam Turki bin Abdullah sangat berhati-hati untuk tidak berbenturan dengan kekuatan Ashraf, yang termasuk dari rival-rival tangguhnya. Hal ini dikarenakan bisa membahayakan awal pemerintahannya. Dia pun harus waspada terhadap apa yang terjadi selama era negara Saudi pertama dalam hal memprovokasi negara Utsmaniyah.
Kedua: Sisa-sisa pasukan Muhammad Ali
Pasukan Muhammad Ali terus melakukan beberapa upaya untuk menghabisi pasukan Imam Turki bin Abdullah. Mereka mengirim sejumlah pasukan yang dipimpin oleh Abush Agha dan Hassan Biek. Pasukan mereka berhasil mengepung Imam Turki di Riyadh hingga ia melarikan diri.
Imam Turki menghimpun kekuatan kembali. Selang beberapa waktu ia berhasil memaksa pasukan Muhammad Ali untuk mundur. Setelah itu Imam Turki pun kembali ke Riyadh dan menetap di sana secara permanen pada tahun 1240 H / 1824 M. Pasukan Muhammad Ali berdamai dengan Imam Turki untuk meninggalkan Najd setelah Turki memfasilitasi kepergian mereka dari Riyadh dan wilayah Najd.
Setelah kepergian pasukan Muhammad Ali, orang-orang datang untuk berbaiat kepada Imam Turki bin Abdullah. Beberapa dari mereka, ada yang dipenjara di Mesir dan melarikan diri kepada Imam, termasuk cucu Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, yang bernama Syekh Abdul Rahman bin Hassan. Dan pada akhirnya Ia menjadi tangan kanan Imam Turki.
Begitupula Imam Faisal bin Turki. Semenjak kembalinya dari Mesir juga menjadi tangan kanan Imam Turki, dimana ayahnya mengandalkannya untuk menjaga tauhid.
Ketiga: Bani Khalid di Al-Ahsa
Setelah kekuasaan Imam Turki stabil, ia mengalihkan pandangannya ke Al-Ahsa, dan arah ini memiliki alasan tersendiri, yaitu:
-Al Ahsa dulunya merupakan bagian dari negara Saudi.
-Al-Ahsa merupakan wilayah yang penting secara ekonomi. Hal itu dikarenakan Al-Ahsa merupakan pintu keluar penting di pantai.
Oleh karena itu, Imam mengalihkan perhatiannya ke Al-Ahsa, yang berada di bawah kekuasaan Bani Khalid. Beberapa pertempuran terjadi pada tahun 1242 H/1826 M dan 1245 H/1829 M. Imam memerintahkan putranya, Faisal, untuk memimpin pasukan Saudi menghadapi pasukan Majid bin Ariar dan saudaranya, Muhammad. Akhirnya kedua pasukan tersebut bertemu dalam pertempuran Al-Sabiya pada tahun 1245 H / 1830 M.
Imam Faisal bin Turki berhasil menang, dan mengambil apa yang dimiliki oleh pasukan Bani Khalid dalam hal uang, domba, dan unta.
Imam Turki menulis surat kepada putranya, Faisal. Isi surat itu mengatakan bahwa ia akan datang ke Al-Ahsa agar penduduknya berbaiat berbaiat kepadanya.
Bani Khalid pun akhirnya melarikan diri dari Al-Ahsa. Setelah itu, Imam Turki memasukinya tanpa perlawanan, dan daerah-daerah di sekitar Al-Ahsa menyatakan tunduk kepada Imam Turki.
Sumber: Dr. Faishal Al Saud, Mujaz Tarikh Ad-Daulah As-Suudiyah. Cetakan Pertama (Majmaah University:2018)
Seri Jejak Sejarah Negara Saudi Kedua
- Kondisi Setelah Jatuhnya Negara Saudi Pertama
- Hegemoni Kekuatan Yang Muncul Pasca Ditinggal Ibrahim Pasha (1)
- Hegemoni Kekuatan Yang Muncul Pasca Ditinggal Ibrahim Pasha (2)
- Pendirian Negara Saudi Yang Kedua
- Lawan-Lawan yang Paling Menonjol yang dihadapi Imam Turki Saat Memimpin Negara Saudi Kedua