Ibadah haji bukan sekadar perjalanan spiritual, tetapi juga sebuah ujian besar dalam manajemen pelayanan publik. Setiap tahunnya, Indonesia mengirimkan jemaah haji terbanyak di dunia. Pada tahun 2025 ini jumlah jemaah haji mencapai 203.149 orang, yang tergabung dalam 502 kelompok terbang (kloter). Ini adalah amanah besar negara terhadap warganya dalam menunaikan rukun Islam kelima. Namun, penyelenggaraan haji Indonesia 2025 kembali menyisakan catatan kritis yang harus segera dievaluasi secara menyeluruh.
Kemenag mengawali pelayanan haji 2025 dengan baik, dengan penurunan biaya haji yang harus dilunasi oleh jemaah haji. Penetapan turunnya biaya haji terwujud usai Pemerintah dan DPR menyepakati Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1446 Hijriyah/2025 Masehi sebesar Rp89,41 juta. Nominal ini lebih rendah sekitar Rp4 juta dibanding tahun lalu yang mencapai Rp93,41 juta.
Berbagai upaya perbaikan dilakukan berdasarkan evaluasi tahun sebelumnya. Seperti penggunaan teknologi dan skema baru dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Mulai dari gelang identitas digital, sistem manajemen terintegrasi melalui nusuk, adanya aplikasi Haji Pintar 2.0. sebagai panduan ibadah, layanan Fast Track, sistem manajemen munakosah, serta adanya skema murur dan tanazul.
Dicuplik dari website resmi Kementerian Agama Republik Indonesia, Pelayanan Haji Indonesia tahun 2025 menunjukkan perbaikan signifikan di berbagai aspek:
- Transportasi: Sistem pemindahan jemaah dari hotel ke Masjidil Haram dan sebaliknya berlangsung lebih efisien. Data menunjukkan lebih dari 90% jemaah dapat tiba di lokasi ibadah tepat waktu selama fase Armuzna.
- Akomodasi: Hotel-hotel di Madinah berada dalam radius ring 1 dan 2 yang memungkinkan akses ibadah lebih mudah, terutama bagi jemaah lansia.
- Konsumsi: Distribusi makanan harian berjalan konsisten, higienis, dan sesuai selera lokal, yang menjadi poin penting bagi kenyamanan jemaah.
- Kesehatan: Kehadiran Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) di tiap kloter, serta PPIH Arab Saudi sektor kesehatan, terbukti menekan angka kasus gawat darurat di Mina dan Arafah.
Menteri Agama RI yang juga bertindak sebagai Amirul Hajj Nasaruddin Umar, menyampaikan bahwa penyelenggaraan ibadah haji tahun 1446 Hijriah/2025 Masehi berlangsung dengan baik dan tertib. Namun demikian, berbagai keluhan terus bermunculan.
Diawal musim haji muncul permasalahan tidak bisa masuknya petugas haji dari unsur mukimin dan mahasiswa Saudi ke Makkah. Hal ini dikarenakan adanya persyaratan tasreh bagi siapa saja yang memasuki kota Makkah termasuk petugas haji. Petugas yang semula ditempatkan di Makkah harus dirubah penempatannya. Mereka akhirnya ditempatkan sementara di Madinah dan Jeddah. Tentu hal ini menimbulkan beberapa kendala dalam pelayanan di Makkah. Ditambah lagi para PPIH dari Indonesia yang bisa masuk Makkah, banyak yang tidak bisa berbahasa Arab. Sehingga saat terjadi permasalahan dengan syarikah, mereka tidak bisa berkomunikasi.
Sistem layanan haji tahun ini dikelola oleh delapan syarikah. Hal ini merupakan lompatan besar dalam penyelenggaraan haji Indonesia, namun menyimpan tantangan serius di lapangan. Situasi ini dinilai menyulitkan syarikah dalam menjangkau jemaah yang berada dalam satu kloter namun berasal dari perusahaan yang berbeda. Dan yang lebih parah lagi, system ini menyebabkan campur aduknya kloter jemaah dari berbagai daerah dan kelompok umur dalam satu syarikah. Akibatnya, banyak jemaah yang terpisah dari pasangannya, pendamping, bahkan lansia, karena buruknya koordinasi antar perusahaan layanan.
Permasalahan serius yang muncul di Armuzna, perlu digarisbawahi dan dievaluasi. Terutama saat pergerakan jemaah dari Muzdalifah menuju Mina untuk lempar jumrah pada 10 Zulhijah. Ribuan jemaah dilaporkan terpaksa berjalan kaki akibat kemacetan parah dan minimnya armada transportasi yang mengangkut para jemaah. Bahkan setibanya di Mina, banyak dari mereka juga tidak mendapatkan tenda untuk istirahat.
Parahnya lagi, hingga malam hari pada 10 Zulhijah, masih banyak jemaah yang belum berhasil dipindahkan ke Mina, terutama dari sektor-sektor seperti sektor 903 dan sektor 98. Penyebab keterlambatan ini adalah tidak tersedianya armada transportasi sesuai kebutuhan.
Permasalahan katering jemaah haji pada tanggal 14 dan 15 Dzulhijah turut mencoreng penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Makanan jemaah haji yang disediakan BPKH terlambat. Selain itu, ada jemaah yang tidak mendapatkan makanan. Meskipun pada akhirnya BPKH Limited yang bertanggung jawab terhadap katering memberi kompensasi uang bagi jemaah yang tidak mendapatkan makanan.
Arab Saudi memberi 5 catatan penyelenggaraan ibadah haji Indonesia tahun ini dalam nota diplomatik yang perlu di evaluasi. Beberapa catatan nota diplomatik itu di antaranya perbedaan data jemaah haji dalam E-Haj, Siskohat Kementerian Agama, dan manifes penerbangan. Kemudian menyoroti persoalan pergerakan jemaah haji gelombang I dari Madinah ke Makkah. Penempatan jemaah di hotel-hotel Makkah, kesehatan jemaah, serta persoalan penyembelihan hewan juga menjadi catatan penting dalam nota tersebut.
Kemenag dan lembaga yang terkait harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025. Penunjukan banyak syarikah yang menjadi akar permasalahan perlu dipertimbangkan lagi. Ketaatan terhadap aturan pemerintah Saudi juga perlu ditingkatkan. Dengan adanya wacana bahwa penyelenggaraan haji tahun depan ditangani oleh Badan Penyelenggara Haji dan Umrah (BPHU), maka diharapkan benar-benar fokus mempersiapkan penyelenggaraan ibadah haji 2026. BPH perlu menyeleksi dengan baik PPIH 2026, serta merencanakan dengan matang akomodasi, transportasi, penginapan, dan hal-hal lainnya yang berkaitan.